Diversifikasi Pangan: Kunci Ketahanan dan Kesehatan Pangan Indonesia

By Muthia Tri Fadhila at July 4, 2025
article
Diversifikasi Pangan: Kunci Ketahanan dan Kesehatan Pangan Indonesia

Saat ini, 98,35% rumah tangga di Indonesia masih bergantung pada beras sebagai sumber utama karbohidrat menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada September 2022. Ketergantungan ini berdampak luas terhadap ketahanan pangan, kesehatan masyarakat, perekonomian nasional, hingga keberlanjutan lingkungan. Konsumsi masyarakat yang hanya terpusat pada satu jenis pangan seperti beras, beresiko pada meningkatnya ketidakseimbangan gizi di masyarakat. Beras yang memiliki indeks glikemik tinggi dapat memicu penyakit seperti diabetes, obesitas, dan gangguan metabolik lainnya jika dikonsumsi secara berlebihan. Dalam jangka panjang, pola konsumsi ini tentu akan mempersempit pilihan pangan masyarakat dan menurunkan kualitas gizi nasional. 


Di sisi lain, ketergantungan yang tinggi pada beras juga menjadikan sistem pangan nasional rentan terhadap krisis. Gangguan pada produksi atau distribusi beras akibat dari perubahan iklim, gagal panen, atau gangguan rantai pasok akan berpotensi mengancam ketahanan pangan nasional. Hal ini terjadi karena kurangnya ketersediaan alternatif sumber karbohidrat selain beras. Jika kondisi ini berlangsung lama, pemerintah akan terpaksa melakukan impor dalam jumlah besar yang berpengaruh pada stabilitas anggaran negara dan kerugian bagi petani lokal akibat jatuhnya harga beras domestik. 


Permintaan tinggi terhadap beras mempengaruhi motivasi petani dalam menanam tanaman pangan. Petani cenderung memilih untuk menanam padi dibandingkan tanaman pangan lainnya. Padahal, Indonesia memiliki berbagai sumber karbohidrat lokal lain seperti ubi, singkong, jagung, dan sagu. Sayangnya, rendahnya permintaan menyebabkan minimnya insentif ekonomi bagi petani untuk membudidayakan komoditas tersebut. 


Kondisi ini mendorong praktik pertanian monokultur yang mengancam eksistensi kekayaan sumber daya genetik lokal dan berisiko pada terancamnya keanekaragaman hayati. Tanaman padi juga membutuhkan banyak air dan lahan subur, sehingga meningkatkan risiko terjadinya eksploitasi lahan yang tidak berkelanjutan. Eksploitasi lahan ini tentu akan menimbulkan banyak risiko besar yang kurang baik terutama dalam menghadapi perubahan iklim saat ini. 


Diversifikasi pangan dicanangkan menjadi salah satu solusi yang dapat dilakukan sebagai langkah represif dalam menangani permasalah akibat ketergantungan tinggi masyarakat pada beras. Diversifikasi pangan merupakan pendekatan strategis yang dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis bahan pokok. Dengan mendorong konsumsi dan produksi pangan lokal yang lebih beragam, akan tercipta sistem pangan yang lebih ideal. Sistem pangan nasional akan lebih tahan terhadap krisis sekaligus meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani lokal. Masyarakat juga akan memiliki pola makan yang lebih seimbang dan sehat. Penerapan pendekatan ini juga mendorong keberlanjutan lingkungan dengan menjaga keanekaragaman hayati melalui penerapan praktik pertanian yang lebih ideal. 


Perubahan dapat dimulai dari diri kita. Mengenal dan mengkonsumsi pangan lokal alternatif seperti jagung, ubi, singkong, talas, maupun kentang adalah langkah kecil yang akan berdampak besar. Dukungan terhadap pangan lokal merupakan bentuk kontribusi nyata terhadap ketahanan pangan dan kedaulatan pangan Indonesia. 


Agavi menyediakan layanan pendampingan agroindustri dan sertifikasi produk pangan. Dengan pendampingan yang intensif dari konsultan yang kompeten, berpengalaman, dan telah tersertifikasi di bidangnya, Agavi siap membantu para pelaku agroindustri dan usaha pangan dalam mengembangkan usahanya. Yuk, konsultasikan usaha kamu bersama Agavi dan dukung kedaulatan dan kesehatan pangan Indonesia! 


Referensi 

Badan Pangan Nasional. (2024). Gaet TP PKK, NFA gencarkan edukasi konsumsi sagu melalui cooking class B2SA. Badan Pangan Nasional. Jakarta. Diakses pada 16 Juni 2025.

Paipan, S., dan Abrar, M. (2020). Analisis kondisi ketergantungan impor beras di Indonesia. Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam. 6(2): 56–71.